Sejarah pengelolaan hutan di Jawa dan Madura, secara
modern-institusional dimulai pada tahun 1897 dengan
dikeluarkannya “Reglement voor het beheer der bosschen
van den Lande op Java en Madoera”, Staatsblad 1897
nomor 61 (disingkat “Bosreglement”) selain itu terbit
pula “Reglement voor den dienst van het Boschwezen op
Java en Madoera” (disingkat “Dienst Reglement”) yang
menetapkan aturan tentang organisasi Jawatan Kehutanan,
dimana dibentuk Jawatan Kehutanan dengan Gouvernement
Besluit (Keputusan Pemerintah) tanggal 9 Februari 1897
nomor 21, termuat dalam Bijblad 5164. Hutan-hutan Jati
di Jawa mulai diurus dengan baik, dengan dimulainya
afbakening (pemancangan), pengukuran, pemetaan dan tata
hutan.
Pada tahun 1913 ditetapkan reglement baru yaitu “Reglement
voor het beheer der bosschen van den Lande op Java en Madoera”,
Staatsblad 1913 nomor 495, yang didalamnya mengatur tentang
“eksploitasi sendiri (eigen beheer) atau penebangan borong
(door particuliere aannemer)”.
Pada tahun 1927 diterbitkan Bosch_Ordonnantie, termuat dalam
Staatsblad Tahun 1927 no. 221, dan peraturan pelaksanaannya
berupa Bosch_Verordening 1932, nama lengkap: “Bepalingen met
Betrekking Tot’s Lands Boschbeheer op Java en Madoera” yang
menjadi dasar pengurusan dan pengelolaan hutan di Jawa dan
Madura oleh Jawatan Kehutanan (den dienst van het Boschwezen).
Pada tahun 1930, pengelolaan hutan Jati diserahkan kepada badan
“Djatibedrijf” atau perusahaan hutan Jati dari Pemerintah
(Jawatan Kehutanan). Perusahaan hutan Jati tersebut tidak
berdiri lama, pada tahun 1938 oleh Directeur van Financien
(Direktur Keuangan Pemerintahan Hindia Belanda) bahwa perusahaan
yang bertujuan komersiil sebulat-bulatnya harus dihentikan,
karena alasan-alasan berikut:
-
Pemerintah, yang diwakili oleh Jawatan Kehutanan, tidak hanya
berkewajiban memprodusir dan menjadikan uang dari hasil kayu
Jati saja, tetapi Jawatan Kehutanan bertugas pula memelihara
hutan-hutan yang tidak langsung memberi keuntungan kepada
Pemerintah. Yang dimaksud dengan hutan-hutan di atas, ialah
hutan-hutan lindung, yang memakan amat banyak biaya sedang
hasil langsung tidak ada atau sangat sedikit;
-
Perusahaan hutan Jati sebagai badan swasta atau perusahaan kayu
perseorangan, menganggap hutan Jati kepunyaan Pemerintah sebagai
modal yang tidak dinilai atau tidak diberi harga (sukar untuk
menetapkan harga tanah dan kayu dari hutan Jati seluas 770.000
hektar), akan tetapi menggunakan hutan Jati itu sebagai obyek
eksploitasi saja dan tidak mempengaruhi atau mengakibatkan
kerugian suatu apapun kepada tanah dan hutan Jati milik
Pemerintah yang diwakili oleh Jawatan Kehutanan, dipandang dari
sudut hukum perusahaan, tindakan seperti di atas tidaklah benar.
Pada tahun 1940 pengurusan hutan Jati dari “Djatibedrijf” dikembalikan
lagi ke Jawatan Kehutanan. Pada tanggal 8 Maret 1942 Hindia Belanda
jatuh ke tangan Jepang (Dai Nippon), dan Jawatan Kehutanannya
(i.c. Boschwezen) diberi nama Ringyo Tyuoo Zimusyo (RTZ), dan
berturut-turut organisasi tersebut dimasukkan kedalam Departemen
Sangyobu (urusan ekonomi, Juni 1942 – Oktober 1943), kemudian kedalam
Departemen Zoosenkyoku (perkapalan, November 1943 s. d. pertengahan 1945)
dan setelah itu di bawah Departemen Gunzyuseizanbu atau Departemen
Produksi Kebutuhan Perang, sampai dengan tanggal 15 Agustus 1945.
Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 dan
berdirinya Negara Indonesia tanggal 18 Agustus 1945, hak, kewajiban,
tanggung-jawab dan kewenangan pengelolaan hutan di Jawa dan Madura
oleh Jawatan Kehutanan Hindia Belanda q.q. den Dienst van het
Boschwezen, dilimpahkan secara peralihan kelembagaan kepada Jawatan
Kehutanan Republik Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang berbunyi: “Segala badan
negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum
diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini.”
Dengan disahkannya Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960, seperti tersebut
dalam Lampiran Buku I, Jilid III, Paragraf 493 dan paragraf 595,
industri kehutanan ditetapkan menjadi Proyek B. Proyek B ini
merupakan sumber penghasilan untuk membiayai proyek-proyek A (Tambahan
Lembaran Negara R.I. No. 2551).Pada waktu itu direncanakan untuk
mengubah status Jawatan Kehutanan menjadi Perusahaan Negara yang
bersifat komersial.Tujuannya, agar kehutanan dapat menghasilkan
keuntungan bagi kas Negara.Kemudian diterbitkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara.
Untuk mewujudkan perubahan status Jawatan Kehutanan menjadi Perusahaan
Negara, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 sampai
dengan Nomor 30, tahun 1961, tentang ”Pembentukan Perusahaan-Perusahaan
Kehutanan Negara (PERHUTANI)”.Pada tahun 1961 tersebut, atas dasar
Undang-Undang Nomor 19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, maka
masing-masing dengan :
-
Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1961; yang ditetapkan dan
diundangkan pada tanggal 29 Maret 1961, dan berlaku surut sejak
tanggal 1 Januari 1961; didirikan Badan Pimpinan Umum (BPU)
Perusahaan Kehutanan Negara, disingkat ”BPU Perhutani”, termuat
dalam Lembaran Negara tahun 1961 nomor 38, penjelasannya termuat
dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2172.
-
Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1961; yang ditetapkan dan
diundangkan pada tanggal 29 Maret 1961, dan berlaku surut sejak
tanggal 1 Januari 1961; didirikan Perusahaan Kehutanan Negara
Djawa Timur disingkat PN Perhutani Djawa Timur, termuat dalam
Lembaran Negara tahun 1961 nomor 39, penjelasannya termuat dalam
Tambahan Lembaran Negara No. 2173.
-
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1961; yang ditetapkan dan
diundangkan pada tanggal 29 Maret 1961, dan berlaku surut sejak
tanggal 1 Januari 1961 didirikan Perusahaan Kehutanan Negara
Djawa Tengah disingkat PN Perhutani Djawa Tengah, termuat dalam
Lembaran Negara tahun 1961 nomor 40, penjelasannya termuat dalam
Tambahan Lembaran Negara No. 2174.
-
Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 1963 tentang Penyerahan
Pengusahaan Hutan-hutan Tertentu kepada Perusahaan-perusahaan
Kehutanan Negara.diserahkan pengusahaan hutan-hutan tertentu
yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian dan Agraria kepada
Perusahaan-perusahaan Kehutanan Negara, selanjutnya disingkat
”Perhutani”.
Presiden Direktur BPU Perhutani, Anda Ganda Hidajat, pada forum
Konperensi Dinas Instansi-instansi Kehutanan tanggal 4 s. d.
9 November 1963 di Bogor, dalam prasarannya berjudul:
“Realisasi Perhutani”, pada halaman 2 menulis bahwa:
“Dalam pelaksanaan UU No. 19 Tahun 1960 tentang Pendirian
Perusahaan-perusahaan Negara didirikanlah BPU Perhutani di
Jakarta berdasarkan PP No.17 tahun 1961, sedangkan pengangkatan
Direksinya yang pertama dilakukan pada tanggal 19 Mei 1961
dengan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 210/1961.”
Adapun PERHUTANI-PERHUTANI Daerah yang telah direalisir berdirinya hingga sekarang barulah :
- Perhutani Djawa Timur pada tanggal 1 Oktober 1961;
- Perhutani Djawa Tengah pada tanggal 1 Nopember 1961;
- Perhutani Kalimantan Timur pada tanggal 1 Djanuari 1962;
- Perhutani Kalimantan Selatan pada tanggal 1 Djanuari 1962;
- Perhutani Kalimantan Tengah pada tanggal 1 April 1963”.
Pada tahun 1972, dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 1972, ditetapkan tanggal 29 Maret 1972,
Pemerintah Indonesia mendirikan Perusahaan Umum Kehutanan Negara atau
disingkat Perum Perhutani. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun
1972 ini, PN Perhutani Djawa Timur yang didirikan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 18 tahun 1961, dan PN Perhutani Djawa Tengah yang
didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1961, dilebur
kedalam dan dijadikan unit produksi dari Perum Perhutani (vide : Pasal 1
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1972). Pada tahun 1978,
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1978 Pemerintah menambah unit
produksi Perum Perhutani dengan wilayah kerja yang meliputi seluruh
areal hutan di Daerah Tingkat I Jawa Barat dan disebut Unit III Perum
Perhutani.
Dasar Hukum Perum Perhutani sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1972 juncto
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1978, kemudian disempurnakan/diganti
berturut-turut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1986,
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 14
Tahun 2001, dan terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
2003. Saat ini pengelolaan perusahaan Perum Perhutani dilaksanakan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010.