Kamis, 05 September 2013

Rencana Kegiatan Tahun 2013

Secara garis besar KPH Banten mempunyai 2 (dua) kegiatan utama, yaitu Pembuatan Tanaman dan Produksi, seperti dapat dilihat pada tabel berikut:



Selasa, 03 September 2013

BUMN Green Hijau Baduy Bersama Ibu Nafsiah Sabri Dahlan Iskan



Dalam mensukeskan BUMN Green Hijau di KPH Banten pada tanggal, 13 April 2013 bertempat dikampung Cibengkung Desa Bojongmenteng Kecamatan Bojongmanik Kabupaten Lebak yang termasuk Kring KRPH Bojongmanik BKPH Gunung Kencana KPH Banten pada wilayah adat kampung Baduy Luar  Ibu Nafsiah Sabri Dahlan Iskan (Menteri BUMN), Dirut PT Sang hyang Seri yang juga mantan Dirut Perum Perhutani Ibu Upik R, Ali Rahman PT Krakatau Steel sebagai ketua dan juga dihadiri oleh  Purwanto Administratur Perhutani KKPH Banten, seluruh anggota yang tergabung dalam gerakan BUMN Hijau, H. Bunyamin Wakil Administratur/KSKPH Banten Timur, M. Ganjar  S, Asper/KBKPH Rangkasbitung, Dainah Jaro Baduy Luar ( Kepala Desa Baduy Luar / Kanekes ) serta KRPH dan Mandor. Dalam pelaksanaan BUMN Green Hijau lokasi yang dipilih adalah wilayah Baduy karena pada wilayah tersebut sangat dibutuhkan penghijauan lebih agar wilayah baduy tetap bisa terjaga kelestariannya

Pada kesempatan BADUY GREEN BELT tersebut Ibu Nafsiah menanam buah Kadongdong dan Ibu Upik menanan buah Wuni dan beberapa jenis tanaman buah-buahan dan jenis kayu – kayuan. Penanaman tersebut adalah untuk memberikan nilai tambah bagi masyarakat baduy yang selama ini hanya memanfaatkan hasil buahnya saja tidak melakukan penebangan sehingga diharapkan masyarakat disekitar lokasi yang bukan masyarakat baduy dapat meniru apa yang telah dilakukan oleh orang baduy sehingga dengan demikian pohon buah-buah yang berada pada perbatasan antara baduy dan masyarakat luar dapat tetap terjaga keberadaannya.

Sementara Jaro Dainah memberi keterangan kepada Ibu Nafsiah, ibu Upk R dan rombongan bahwa baduy luar sekarang sudah berjumlah 12.000 orang yang tersebar dibeberapa daerah dan beliau berterima kasih kepada seluruh Perusahaan yang telah melakukan penghijauan pada lokasi kawasan baduy karena dengan adanya penghijauan ini  masyarakat baduy dapat terus menjaga kawasan hutan lindung yang ada disekitarnya. Sementara itu menurut Ali Rahman sebagai ketua Sinergi BUMN Hijau antara PT Krakatau Steel, Perum Perhutani, BRI dan  yang lainnya. Mengatakan dalam Program Baduy Green Belt ini harus dapat diprioritaskan 3 Motto  yaitu :
  1. Kahartos  yaitu dapat dimengerti oleh orang baduy sehingga program ini dapat dimengerti dan untuk tujuan apa dan buat siapa Program ini sehingga mereka kalau sudah mengerti program yang kita berikan maka akan dlakasanakan dengan sesesuai ketentuannya.
  2. Karaos yaitu dapat dirasakan oleh masyarakat baduy sehingga dari program ini tidak hanya secara simbolis saja akan tetapi mereka dapat memetik dari hasil dari program ini.
  3. Kabuktos yaitu dengan adanya program ini nantinya masyarakat baduy dapat membuktikan/merasakan apa yang telah dilakukan yang pada akhirnya dapat memeroleh hasil dan manfaat dari kegiatan tersebut,
Sehingga dengan 3 motto ini Ali Rahman berharap agar masyarakat baduy luar dapat mengerti, merasakan dan terbukti apa yang telah dilaksanakan oleh rombongan BUMN Hijau ini dapat memberikan manfaat dan berguna untuk masayarakat baduy kedepannya, dan beliau berharap kegiatan ini dapat diteruskan ditempat -  tempat lain. 

Perum Perhutani KPH Banten Gelar “ Ground Breaking “


Perum Perhutani  KPH Banten, belum lama ini  (26/12) menyelenggarakan ‘Ground Breaking’  tanaman tahun 2012 yang dilakukan di petak  46 E, RPH Cibingbin, BKPH Cikeusik, KPH Banten.  Kegiatan tersebut, merupakan salah satu bentuk media silaturahmi antara pimpinan perusahaan Perum Perhutani, dengan karyawan, serta unsur masyarakat yang ada dilingkungan sekitar hutan (LMDH).

Kegiatan Ground Breaking itu dihadiri oleh, Direktur Utama Perum Perhutani, Ir. Bambang Sukmananto yang didampingi oleh Direktur PSDH, Ir. Mustoha D, Direktur Keuangan, Ir Fahruroji, Kepala Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten, Ir Dadang Hendaris, Administratur Perhutani KPH Banten, Ir. Purwanto, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, Ir.Yanuar, serta pejabat kabupaten Pandeglang dan unsur muspika serta tokoh masyarakat setempat. 

Dalam sambutan Direktur Utama Perum Perhutani, Ir. Bambang Sukmananto mengatakan, Ground Breaking ini salah satu bentuk kepedulian Perum Perhutani dalam program pemerintah dalam gerakan tanam pohon secara nasional. “ Karyawan Perum Perhutani pun sudah saya berikan instruksi , mereka diluar tugas dan wilayah tanamnya, harus menanam sebanyak 25 pohon di lingkungan atau tempat tinggalnya masing-masing” katanya.

Beliau juga mengungkapkan, dalam prinsip kerja ada 4 pokok kewajiban yang harus secara bersama-sama dilakukan, agar saling dapat mendukung dan dapat mensejahterakan semua pihak. Pertama, adalah harus peduli ke perusahaan, artinya kalau karyawan tidak peduli pada perusahaan dan perusahaan ambruk, maka kesejahteraan pun tidak mungkin di dapatkan. Kedua, peduli pada karyawan, artinya perusahaan pun harus peduli pada karyawan, kalau tidak ingin perusahaannya itu menjadi maju. Ketiga, peduli pada tanaman, artinya pekerja harus peduli pada tanaman, sehingga apabila tanaman itu tumbuh dan menghasilkan semua pihak ikut pula merasakan manfaatnya. Dan Keempat, yaitu peduli masalah sosial, yang berarti kita semua harus peduli terhadap lingkungan yang ada di sekitarnya. Sehingga, apabila ada kepedulian semua perencanaan diharapkan dapat berjalan dengan baik. “ Kalau semua dapat berjalan dengan baik, maka akan tercapai tujuan yang diharapkan dan tentunya dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak,” jelasnya.

Dirut Perum Perhutani  juga menegaskan, dalam pelaksanaan kerja dilapangan, karyawan Perum Perhutani tidak boleh melakukan potongan apapun terhadap kelompok masyarakat yang di pekerjakan oleh Perum Perhutani. Karena itu sudah menjadi keharusan bagi mereka dalam menerima upah sewajarnya dan tanpa ada potongan.” Kalau ada yang memotong, laporkan pada saya. Dan akan saya tindak tegas bagi yang melakukannya,” tegasnya.

Sebagai Bentuk Apresiasi

Sementara sambutan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, Ir.Yanuar menjelaskan, ia datang ke Ground Breaking tersebut sebagai bentuk apresiasi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten. “ Saya sengaja sempatkan acara ini, meski saya sebelumnya ada rapat wajib dengan gubernur. Tapi saya mencoba ijin pada atasan untuk bisa hadiri acara ini sebagai apresiasi saya pada kegiatan ground breaking,” katanya.

Katanya, kegiatan ini sangat bagus untuk terus dilanjutkan agar hutan-hutan yang ada di Banten tetap hijau, sesuai program pemerintah dengan gerakan tanam pohon nasional. “ Sehingga diharapkan dapat menumbuhkan kesejahteraan bagi masyarakat yang ada,” ujarnya.  Dalam kata sambutan Pimpinan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten, yang dibacakan oleh Kepala Unit III, Ir Dadang Hendaris,  diselengarakannya Ground Breaking tingkat Unit III tahun 2012 yang bertempat di KPH Banten untuk memberikan kontribusi positif bagi Perusahaan dan bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan tanaman dan kualitas tanaman yang baik.

Katanya, rencana penanaman untuk tahun 2012 di wilayah Unit III Jawa Barat & Banten itu, akan ditanami kawasan seluas 16.358, 26. Ha, dengan jumlah bibit pohon sebanyak 23.620.023 Batang. “ Keberhasilan tanaman di kawasan hutan, akan tetapi tidak lepas dari para Petugas Perum Perhutani saja. Ini perlu dengan dukungan  masyarakat desa hutan yang tergabung dalam LMDH dengan program PHBM,” tuturnya.
Sementara kata Administratur KPH Banten, Ir Purwanto, disela-sela kegiatan menjelaskan,  bahwa kegiatan yang dilakukan ini merupakan suatu bukti bahwa pimpinan Perum Perhutani sangat peduli dengan keberhasilan tanaman. Sehingga,  diharapkan pada tahun yang akan datang tanaman-tanaman yang ditanam itu dapat menjadikan penghasilan bagi perusahaan dan dapat mensejahterakan semua pihak.  ( Pepi H/ Yaya.K )

JOB TRAINING TEBANGAN TAHUN 2013 PERUM PERHUTANI KPH BANTEN



Perum Perhutani KPH Banten Pada tanggal 04 April 2013 telah melaksanakan Acara Job Training Tebangan yang bertempat dipetak 19.b RPH Sobang BKPH Sobang KPH Banten. Peserta acara terdiri dari segenap Asper/KBKPH, Asper Penguji, Asman Pemasaran, Kaur Produksi, Kepala TPK, KRPH, Mandor Tebang, Operator Chainsaw dan LMDH. Acara tersebut dihadiri pula Ir. Purwanto oleh Administratur/KKPH Banten, Waka Adm/KSKPH Banten Barat, Waka Penguji Unit III Jawa Barat dan Banten. Pada kesempatan tersebut Administratur / KKPH Banten dalam sambutannya sekaligus membuka acara Job Training Tebangan menjelaskan tentang mekanisme melakukan penjarangan yang baik yang sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur)  agar mendapatkan hasil akan yang baik pada masa akhir daur sehingga dapat meningkatkan produksi kayu dalam setiap Ha. Dan untuk tebangan habis agar dari mulai Asper/KBKPH, Asper Penguji, KRPH dan Mandor tebang melakukan pengawasan yang ketat supaya dalam melakukan pembagian batang dilaksanakan sesuai ketentuan sesuai dengan permintaan pasar dan nilai jual yang tinggi. Maka dengan hasil yang baik diharapkan dapat meningkatkan penghasilan Perusahaan , dalam acara tersebut Waka Penguji Unit III Jawa Barat dan Banten menjelaskan juga aturan – aturan dan pedoman tentang penatausahaan hasil hutan yang baik dan benar sesuai dengan aturan yang berlaku.

Kemudian dalam kesempatan tersebut KSS Lingkungan KPH Banten turut juga menjelaskan tentang dampak limbah dari penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dalam hal ini limbah bekas kemasan oli yang berasal dari operator Chainsaw, karena tidak lama lagi Perum Perhutani KPH Banten akan melaksanakan proses Free Assesment Pengelolaan Hutan Lestari yang rencananya akan dilaksanakan pada bulan Juni 2013 dalam rangka mendapatkan “ SERTIFIKASI EKOLABEL ” dari pihak Forest Stewardship Council (FSC). (Humas Pepi.H/Yaya.K)

BANTUAN BINA LINGKUNGAN MTs NURURROHMAN DAN MUSHOLA AL – BAROKAH DI WILAYAH PERUM PERHUTANI KPH BANTEN


Sebagai Bentuk wujud Program Bina Lingkungan yang telah diimplementasikan oleh Perum Perhutani terhadap masyarakat sekitar hutan yang salah satunya dari segi aspek Sosial adalah dengan ikut berpartisipasi / berperan serta memakmurkan masyarakat sekitar hutan sebagaimana tertuang dalam Visi Perhutani yaitu “Menjadi Pengelola Hutan Lestari Untuk Sebesar – besarnya Kemakmuran Rakyat“.

Dalam hal tersebut pada tanggal 07 Mei 2013 Kantor Pusat Perum Perhutani bersama-sama dengan Perum Perhutani KPH Banten telah memberikan bantuan berupa Dana Bina Lingkungan (BL) sebesar Rp. 50.000.000.- (Lima puluh juta rupiah) untuk diberikan sebagai Biaya Renovasi Mushola Al – Barokah di Kecamatan Warung Gunung Kabupaten Lebak yang termasuk wilayah kerja RPH Cileles BKPH Rangkasbitung dan sekolah MTs. Nururrohman yang terletak di Kp. Sawah Bera Desa Citaman Kecamatan Jiput Kabupaten Pandeglang yang termasuk wilayah kerja Perum Perhutani RPH Carita BKPH Pandeglang KPH Banten yang masing – masing mendapat bantuan dana Bina Lingkungan (BL) sebesar Rp. 25.000.000.- (Dua puluh lima juta rupiah). Pemberian Bantuan Dana Bina Lingkungan dari Perum Perhutani diberikan secara langsung oleh perwakilan dari kantor pusat yaitu oleh Bp. Ir. Teguh Purwanto, MM  (Kepala Biro Kelola Sosial dan Bangkop) serta perwakilan dari Perum Perhutani KPH Banten diwakili oleh Bp. Endang Sulaeman, BScF (Waka Adm/KSKPH Banten Barat), Asper/KBKPH Pandeglang beserta jajarannya dan jajaran dari bidang PHBM KPH Banten. Dalam sambutannya Bpk. Ir. Teguh Purwanto, MM memberikan arahan agar MTs atau Yayasan tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu binaan petugas Perhutani dilapangan sebagai bukti nyata Bersinergi antara Perum Perhutani dengan masyarakat desa sekitar kawasan hutan yang ada di Provinsi Banten. Sementara itu Endang Sulaeman, BScF berharap dengan adanya bantuan ini akan lebih mempererat kejasama antara Perum Perhutani dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang selama ini sudah terjalin dengan baik dengan cara pengelolaan kawasan hutan bersama-sama dan terbukti dibeberapa LMDH ada yang sudah mulai dapat merasakan hasil lebih dari kawasan hutan yang ada disekitarnya berupa hasil hutan Non Kayu.

Yayasan/MTs Nururrohman didirikan pada tahun 2007 oleh sdr.  Alm. Muhamad Arsa dan H. Suminta sebagai pendiri dengan akta pendirian Nomor : 96 tanggal 12 Juni 2007 dan telah terakreditasi C BAN/S/M tanggal 28 November 2008 dengan mempunyai siswa/siswi didik dari mulai kelas 1 sampai kelas 3 sebanyak 115 orang. Sementara menurut pengurus yayasan kendala yang dihadapi sekarang ini dalam mendidik siswa/siswinya diantaranya karena keterbatasan sarana prasarana yang belum dimiliki oleh MTs seperti Komputer serta buku-buku pelajaran. Sehingga harapan kedepan ingin mempunyai bangunan yang layak pakai dan dilengkapi dengan sarana penunjangnya agar dapat mencetak anak-anak didik yang berkualitas berahlak tinggi, berguna bagi Negara dan berbakti pada Orang tua.

BANTUAN BANJIR KPH BANTEN


Musibah banjir telah melanda beberapa daerah kabupaten di Provinsi Banten dan pada kejadian tersebut terdapat beberapa wilayah yang berbatasan dengan kawasan hutan ikut merasakan musibah banjir.  Dalam kejadian Musibah ini Ir. Purwanto Administratur Perhutani KKPH Banten langsung turun kelapangan untuk memantau lokasi-lokasi yang terkena musibah banjir dan sepulangannya dari peninjauan lokasi  Ir. Purwanto menyarankan kepada segenap karyawan/ti KPH Banten supaya dapat menyisihkan pendapatannya untuk memberikan Bantuan agar meringankan beban pederitaan masyarakat sekitar hutan yang terkena musibah banjir. Pada Kesempatan tersebut KPH Banten dapat memberikan bantuan berupa Sembako sebanyak 500 Paket dan pakain layak pakaian, memberian bantuan sembako dilaksanakan oleh H. Bunyamin Wakil Adm/KSKPH Banten Timur yang mewakili Ir. Purwanto yang pada kesempatan tersebut sedang mengikuti  rapat dinas di Bandung, memberian bantuan sembako langsung diterima oleh Camat Panimbang dan Camat cigeulis  Kabupaten Pandeglang yang masuk Wilayah BKPH Sobang dan BKPH Cikeusik sebanyak 300 Paket sembako  dan untuk wilayah Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak diterima langsung di terima oleh Camat dan pada kesempatan tersebut dihadiri oleh beberepa kepala Muspika , Kepala Desa serta Tokoh Masyarakat.

Dalam sambutannya H. Bunyamin menyampaikan Permohonan maaf, karena rencana pemberian bantuan sembako  yang seyoganya akan diberikan langsung oleh Ir. Purwanto Administratur Perhutani KKPH Banten namun beliu ada kegiatan Dinas yang tidak bisa ditinggalkan sehingga beliu mewakilkan , H. Bunyamin menyampaikan bahwa pemberian bantuan ini merupakan kepedulian dan partisipasi Perum Peruhutani Unit III Jawa Barat & Banten  dan beliu mengatakan walaupun nilai bantuan ini tidak seberapa tapi beliu berharap bantuan ini dapat memberikan manfaat dan bisa membantu meringankan saudara-saudara kita yang terkena musibah. Dalam Sambutannya Camat yang diwakili Najmudin MM  mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten terutama pada Perum Perhutani KPH Banten yang telah memberikan bantuan dan kepeduliannya dalam membantu masyarakat yang terkena musibah, dan Najmudin mengatakan bantuan ini akan langsung didistribusikan kepada Kepala Desa supaya langsung dapat dinikmati masyarakat yang terkena musibah dan Najmudin mendoakan agar Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten kedepannya lebih baik lagi, sehingga kawasan hutan yang ada di Provinsi Banten dapat memberikan Penghasilan yang besar untuk kemajuan Perum Perhutani. (Pepi.H/Yaya.K)

Konsultasi Publik Controlleed Wood Perum Perhutani KPH Banten



Salah satu misi Perum Perhutani dalam mengelola sumberdaya hutan yang berprinsip pada Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), yang berdasarkan karakteristik wilayah dan daya dukung daerah Aliran Sungai (DAS).  Sehingga, dapat meningkatkan manfaat hasil hutan kayu dan dalam pengelolaan hutannya itu, tetap terjaga dan lestari yang berimbas dalam mendorong perekonomian dan kemakmuran rakyat di Indonesia, khususnya bagi masyarakat sekitar kawasan hutan. Guna mendukung visi misi tersebut, Perum Perhutani KPH Banten telah melaksanakan konsultasi publik FSC Controlleed Wood yang dilaksanakan di Aula Perum Perhutani KPH Banten, Jl. Kol. Pol. Yusuf Martadilaga No.9 Kota Serang. Kriteria yang diterapkan dalam Controlled Wood, yaitu :

Tujuan dari Audit Controll wood, Perum Perhutani  yaitu :
  1. Tidak melakukan penebangan pada hutan yang yang bernilai konservasi tinggi (Hutan Lindung, KPS)
  2. Tidak melakukan penebangan pada lokasi yang sengketa (konflik)
  3. Tidak melakukan Illegal loging / Penebangan liar.
  4. Tidak menanam tanaman yang berasal dari rekayasa Genetika.
  5. Tidak melakukan konversi hutan alam melebihi 5% dari luas wilayah kerja (merubah fungsi hutan).
Kegiatan tersebut, sebagai bentuk keseriusan Perum Perhutani, khususnya KPH Banten secara voluntary menggunakan standar yang dikeluarkan Forest Stewardship Council (FSC) dan Programme For The Endorsement of Forest Certification (PEFC) sebagai standar sertifikasi dan implementasi pengelolaaan hutan lestari serta standart controlled wood secara corporate sebagai pengganti Police on Association (PoA).

Dalam sambutannya Administratur/KKPH Banten, Ir Purwanto meminta dukungan kepada semua pihak agar rencana proses audit Controlled Wood yang rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 02 s/d 05 September 2013 dapat berhasil. Guna dapat  meraih sertifikat yang akan diberikan oleh lembaga survei dan auditor dari Sociate Generale de Surveilance (SGS). ” Kami minta dukungan dari semua pihak, terkait untuk mendapatkan sertifikat dari lembaga survei dan auditor SGS tersebut,” katanya.

Menurutnya, sangat penting sekali dukungan yang akan diberikan untuk Perum Perhutani KPH Banten dalam mendapatkan sertifikat tersebut.  ” Sehingga,  potensi usaha berbasis kehutanan tetap berkelanjutan dan menjadikan prinsip  pengelolaan hutan lestari atau Sustainable Forest Management (SFM) merupakan kebijakan yang cukup strategis yang harus tetap dilaksanakan sekarang dan kedepan.” jelasnya. 

EKSEKUTIF SUMMARY HCVF KPH BANTEN

Penilaian keberadaan KBKT di wilayah KPH Banten merupakan proses lanjutan dari kajian-kajian yang lainnya, di antaranya adalah kajian lingkungan (UKL dan UPL), sosial, keamanan, kelestarian hasil dan finansial, serta aspek lain-lainnya.

Penilaian keberadaan KBKT di sini ditujukan untuk memenuhi standard FSC prinsip 9 kriteria 9.1, 9.2, 9.3, dan 9.4. Proses konsultasi dengan masyarakat terkait dengan identifikasi aspek sosial NKT4, NKT5, dan NKT6 disajikan dalam lampiran laporan ini sebagai hasil kegiatan PCP (Participatory Conservation Planning). Sedangkan konsultasi aspek ekologi kepada TFT (The Forest Trust) dilakukan untuk identifikasi NKT1, NKT2, NKT3 dan NKT4.

Penilaian keberadaan KBKT di KPH Banten dilakukan oleh Perum Perhutani, TFT dan Masyarakat Desa Hutan (MDH). Metoda yang digunakan adalah Proforest Toolkit; Konsultasi dengan Masyarakat Desa Hutan menggunakan PCP (Participatory Conservation Planning); konsultasi bidang ekologi dilakukan melalui overview lapangan bekerja sama dengan TFT untuk menyusun strategi pengelolaan KBKT.

Berdasarkan hasil evaluasi keberadaan KBKT di wilayah hutan KPH Banten ditemukan hutan dengan nilai-nilai konservasi tinggi NKT1, NKT 2, NKT3, NKT4, NKT5 dan NKT6. Nilai-nilai konservasi tinggi yang ditemukan di wilayah KPH Banten tersebut adalah :

NKT 1

SK Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 telah menetapkan kawasan hutan menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak seluas 113.357,00 ha yang mengakibatkan adanya sebagian kawasan hutan Perhutani KPH Banten yang diserahkan. Kawasan Hutan Alam yang dikelola Perum Perhutani yang berbatasan langsung dengan kawasan TNGHS merupakan kawasan yang menjadi Buffer Zone untuk TN Gn Halimun Salak. Menurut Atribut NKT, kawasan yang menjadi kawasan Buffer Zone kawasan lindung yang ditetapkan oleh pemerintah merupakan kawasan yang memiliki nilai sebagai Nilai Konservasi Tinggi (NKT) 1.1.

Selain fungsi diatas, TN Gunung Halimun Salak merupakan kawasan yang di tetapkan oleh Bridlife Indonesia sebagai kawasan IBA dan EBA, sehingga kawasan Buffer zone TNGHS di Wilayang Perum Perhutani menurut Atribut NKT kawasan tersebut merupakan kawasan yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi 1.4.

Cagar alam Rawa Danau merupakan salah satu kawasan lindung yang telah ditetapkan berdasarkan Government Besluit (GB) no.60 stnl 683 tanggal 16 November 1921. Secara administratif wilayahnya berada di tiga kecamatan yaitu kecamatan Padarincang, Pabuaran dan Mancak Kabupaten Serang seluas 2.500 ha. Adapun pengelolaanya dilakukan oleh BKSDA Banten.

Buffer zone Cagar alam Rawa Danau termasuk kelompok hutan Gn Tukung Gede yang pengelolaan hutannya dilakukan oleh Perum Perhutani KPH Banten BKPH Serang RPH Anyer seluas 1.215, 92 ha. Sedangkan kawasan hutan yang menjadi buffer zone kawasan Cagar Alam Rawa Danau seluas 699,26 ha yang umumnya berupa kelas hutan Hutan Alam Sekunder dengan vegetasi yang cukup berugam berupa jenis-jenis rimba campur. Menurut Atribut NKT, kawasan yang menjadi kawasan Buffer Zone kawasan lindung yang ditetapkan oleh pemerintah merupakan kawasan yang memiliki nilai sebagai Nilai Konservasi Tinggi (NKT)1.1.

Selain fungsi diatas, Cagar Alam Rawa Danau merupakan kawasan yang di tetapkan oleh Bridlife Indonesia sebagai kawasan IBA dan EBA, sehingga kawasan Buffer zone CA Rawa Danau di Wilayang Perum Perhutani menurut Atribut NKT kawasan tersebut merupakan kawasan yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi 1.4.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No : 419/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Jawa Barat serta SK Penunjukan Parsial diketahui bahwa Luas kawasan Hutan Lindung (HL) KPH Banten 8.425,58 ha yang tesebar di beberapa wilayah KPH dengan vegetasi yang beragam. Kawasan Hutan Lindung di KPH Banten di bagi ke dalam HL jati, HL Mahoni, HL Accacia mangium, dan HL Damar yang berdasarkan atribut NKT, kawasan lindung yang ditetapkan oleh Pemerintah merupakan kawasan yang memiliki nilai NKT 1.1.

Menurut Birdlife Internasional, kawasan Gunung Aseupan dengan luas 3.781,88 ha (0 – 1221 mdpl) merupakan kawasan Important Bird Area (IBA) dengan kode ID 163 dengan kriterian IBA AI dan Endemic Bird Area (EBA). Jenis burung yang menjadi kuncinya adalah Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) Kawasan hutan Gunung Aseupan, Menurut atribut NKT, kawasan yang menjadi kawasan yang ditetapkan oleh oleh Birdlife Indonesia menjadi kawasan IBA dan EBA merupakan kawasan yang memiliki nilai sebagai Nilai Konservasi Tinggi (NKT) 1.4.

Menurut Birdlife Internasional, kawasan Gunung Karang dengan luas 3.020 ha (500 – 1778 mdpl) merupakan kawasan Important Bird Area (IBA) dengan kode ID 066 dan Endemic Bird Area (EBA). Jenis burung yang menjadi kuncinya adalah Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) .Kawasan hutan Gunung Karang, Menurut atribut NKT, kawasan yang menjadi kawasan yang ditetapkan oleh oleh Birdlife Indonesia menjadi kawasan IBA dan EBA merupakan kawasan yang memiliki nilai sebagai Nilai Konservasi Tinggi (NKT) 1.4.

Macan Tutul (Panthera pardus) adalah salah satu dari empat kucing besar. Hewan ini dikenal juga dengan sebutan harimau dahan karena kemampuannya memanjat. Pada mulanya, orang berpikiran bahwa macan tutul adalah hibrida dari singa dan harimau, sehingga muncul nama "leopard" di kalangan peneliti Eropa awal. Macan tutul jawa (P. p. melas) adalah fauna identitas Jawa Barat dan termasuk hewan yang terancam punah di Indonesia. Termasuk dalam kategori Critically Endangered dalam daftar Red Book IUCN, CITES masuk kategori Appendiks I dan Dilindungi menurut PPRI no.7 tahun 1999. Menurut atribut NKT kawasan yang terdapat satwa Endemik, masuk dalam daftar Red Book IUCN, CITES dan PPRI no.7 tahun 1999 tergolong RTE memiliki nilai NKT 1.2.

Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) merupakan satwa endemik Pulau Jawa, termasuk dalam kategori Endangered dalam daftar Red Book IUCN, CITES masuk kategori Appendiks II dan Dilindungi menurut PPRI no.7 tahun 1999. Menurut atribut NKT kawasan yang terdapat satwa Endemik, masuk dalam daftar Red Book IUCN, CITES dan PPRI no.7 tahun 1999 tergolong RTE memiliki nilai NKT 1.3.

Kucing hutan (Prionailurus bengalensis) merupakan satwa yang termasuk dalam kategori Appendiks I CITES. Menurut atribut NKT kawasan yang terdapat satwa Endemik, RTE dan masuk Appendiks I memiliki nilai NKT 1.3.

Surili (Presbytis comata)merupakan satwa endemik Jawa Barat. Selain itu berdasarkan PPRI No 7 tahun 1999 dilindungi dan menurut Red Book IUCN masuk kategori Endangered. Menurut atribut NKT kawasan yang terdapat satwa Endemik adalah memiliki nilai NKT 1.3.

Lutung termasuk satwa CITES : Appendix II, dan IUCN EN. Mengacu pada atribut-atribut KBKT maka lutung termasuk kedalam NKT 1.3

Kawasan Goa di sekitar kompleks pergoaan KPH Banten yang berjulah 6 buah goa dengan luas total 59,45 ha, merupakan daerah migrasi dan tempat berlindung Kelelawar dan beberapa jenis satwa lainnya. Menurut atribut NKT kawasan yang merupakan tempat migrasi dan berlindung satwa merupakan kawasan yang memiliki nilai sebagai NKT 1.4.

NKT 2

Kawasan Gunung Karang yang mempunyai ketinggian 1000 s.d.1550 mdpl seluas 459,86 ha, sehingga kawasan hutan alam di kawasan Gunung Karang termasuk formasi hutan hujan tropis pegunungan/montane forest (>ketinggian 1.000 mdpl ). Kawasan yang dikelola Perhutani berada dibawahnya dan menyambung menjadi satu hamparan dengan kawasan Cagar Alam Rawa Danau Formasi hutannya termasuk formasi hutan hujan tropis pegunungan bawah/submontana (ketinggian 1.000-2.000 mdpl). Kawasan ecotone yang menjadi daerah peralihan antara tipe ecosistem hutan dataran rendah dengan hutan pegunungan bawah di KPH Banten memiliki luas 369,99 ha. Kawasan tersebut memiliki tipe ekosistem yang khas, sehingga penting untuk dilindungi. Dengan pertimbangan terdapatnya formasi ekosistem hutan pegunungan (montana) dan formasi ekosistem hutan pegunungan bawah (submontana) yang menjadi satu kesatuan yang tidak terputus, menurut atribut NKT kawasan ini memiliki NKT 2.2.

Kawasan hutan KPH Banten terdapat species interes berupa Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Kucing hutan (Prionailurus bengalensis), Surili (Presbytis comata), Gelatik Jawa (Padda oryzifora), Ular sanca (Phyton raticulatus).

Kawasan hutan KPH Banten yang disediakan sebagai habitat satwa tersebut seluas 11.706,95 ha. Dengan menetapkan species interes di mana jenisnya merupakan top predator dan indikator species maka jenis-jenis yang lain dapat terlindungi keberadaannya, sehingga mengandung NKT 2.3.

NKT 3

Kawasan hutan alam yang tersebar di seluruh kawasan hutan KPH Banten merupakan kawasan hutan dengan nilai konservasi tinggi (NKT3) karena memiliki ekosistem yang langka, terancam, dan hampir punah serta keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan hutan alam yang masuk dalam NKT3 seluas 10.168,50 ha. Ekosistem hutan dataran rendah seluas 7.794,10 ha, ekosistem karst seluas 368,19 ha dan ekosistem hutan pantai seluas 1.622,77 ha.

NKT 4

Mata air sebanyak 35 tempat pemasok utama kebutuhan air minum dan MCK bagi masyarakat, di mana bila mata air ini rusak masyarakat tidak lagi memiliki sumber alternatif pasokan air lainnya. Kawasan Matair berserta sempadannya di KPH Banten memiliki luas totalnya adalah 301,59 ha. Kawasan hutan terutama di Kelompok Hutan Gunung Pulosari 1.746,95 ha dan Gn Aseupan seluas 7.777,37 ha merupakan penyedia pasokan utama air, termasuk NKT 4.1. Selain itu KPH Banten juga telah menetapkan kawasan Sempadan Sungai yang berfungsi sebagai kawasan pengengendali banjrr untuk daerah hulunya. Keluasan sempadan sungai di KPH Banten memiliki luas total 5.194,37 ha, kawasan sempadan sungai tersebut merupakan kawasan yang termasuk dalam NKT 4.1.

Dari data evaluasi potensi KPH Banten Periode Tahun 2010 dan analisis citra satelit diketahui bahwa wilayah KPH Banten memiliki areal dengan kelerengan > 45 % seluas 3.230,87 Ha atau setara dengan 4,19 % dari luasan total KPH Banten. Kawasan Kelerengan curam/jurang KPH Banten memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas tanah terjal dan rawan longsor. Kawasan yang demikian menurut atribut NKT termasuk dalam kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi NKT 4.2.

NKT 5

Peranan penting sumberdaya hutan KPH Banten dalam pemenuhan kebutuhan dasar atau mata pencaharian terletak pada nilai-nilai dalam kegiatan tanaman Sistem Tumpangsari, mata air, HHBK dan pemenuhan kebutuhan hijauan makanan ternak bagi masyarakat sekitar hutan. Kegiatan yang tersebut diatas merupahkan sumber pemenuhan kehidupan dasar bagi masyarakat sekitar hutan yang menurut atribut KBKT merupakan NKT 5.

NKT 6

Suku Baduy merupakan salah satu suku terasing yang masih melestarian adat istiadat aslinya. Suku Baduy hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan KPH Banten. Suku Baduy telah memiliki hutan adat tersendiri yang telah diakui oleh pemerintah pusat. Banyak ditemukan situs ekologi, budaya dan religi di wilayah KPH Banten, yang semuanya sudah diidentifikasi, ditatabatas secara permanen, dilindungi dan dimonitor oleh Manajemen KPH Banten dalam kelola lingkungan dan sosial. Sekitar 37 situs ditemukan di dalam wilayah hutan KPH Banten dengan luas total 104,32 ha. Menurut atribut KBKT, Suku Baduy dan 37 situs yang ada di KPH Banten termasuk dalam NKT 6.

Kamis, 22 Agustus 2013

Konsultasi Publik Controlleed Wood

Konsultasi Publik Controlleed Wood
Perum Perhutani KPH Banten
Tanggal 22 Agustus 2013

Sesuai dengan visi Perum Perhutani yaitu menjadi pengelola hutan lestari untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan salah satu misi Perum Perhutani yaitu mengelola sumberdaya hutan dengan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) berdasarkan karakteristik wilayah dan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) serta meningkatkan manfaat hasil hutan kayu dan bukan kayu, ekowisata, jasa lingkungan, agroforestry serta potensi usaha berbasis kehutanan lainnya guna menghasilkan keuntungan untuk menjamin pertumbuhan perusahaan secara berkelanjutan; menjadikan Pengelolaan Hutan Lestari
(PHL) atau Sustainable Forest Management (SFM) merupakan kebijakan strategis yang harus dilaksanakan.


Secara internasional, standar PHL/SFM voluntary yang berbasis pasar dan banyak diakui oleh negara-negara produsen dan konsumen produk kayu adalah standar yang dikeluarkan oleh FSC (Forest Stewardship Council) dan PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification). Perum Perhutani secara voluntary memilih untuk menggunakan standar FSC sebagai standar sertifikasi dan implementasi PHL (10 prinsip dan 56 kriteria) serta standar controlled wood secara corporate sebagai pengganti Policy on Association (PoA) FSC sebagai pemenuhan komitmen diluar KPH-KPH yang bersertifikat PHL/SFM FSC.
Secara nasional, Kementerian Kehutanan mengeluarkan peraturan (mandatory) dengan diterbitkannya Peraturan Menteri No. P.38/Menhut-II/2009, direvisi menjadi P.68/Menhut-II/2011 dan direvisi kembali menjadi P.45/Menhut-II/2012 tentang standar dan pedoman penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu pada pemegang izin atau pada hutan hak, yang dijabarkan dalam kriteria, indikator dan standar verifikasi dalam Perdirjen No. P.6/VI-Set/2009 dan P.02/VI-BPPHH/2010 jo. P.06/VI-BPPHH/2010, direvisi menjadi P.08/VI-BPPHH/2011 dan direvisi kembali menjadi  P.08/VI-BPPHH/2012.
Mekanisme untuk mendapatkan bukti komitmen perusahaan pengelola hutan yang mempunyai beberapa Forest Management Unit (FMU) seperti Perum Perhutani, baru muncul pada tahun 2010 dengan nama PoA (Policy on Association). Hal ini juga tidak mudah untuk dilaksanakan mengingat KPH-KPH diluar KPH sertifikasi SFM FSC, bukti pemenuhan; selain bukti pemenuhan legalitas pemanenan kayu; sangatlah terbatas, seperti : Identifikasi HCVF, penanganan tenurial, penanganan konflik tanpa kekerasan (drop the gun), tidak dilakukannya konversi hutan alam/hutan alam sekunder serta implementasi konvensi inti ILO (Internaltional Labour Organization) yang telah diratifikasi dan peraturan ketenagakerjaan.
Berdasarkan kebijakan Direksi saat ini dan telah disetujui oleh FSC, maka secara corporate Perum Perhutani akan melaksanakan sertifikasi standar Controlled Wood FSC sebagai pengganti PoA yang standarnya hampir sama.
Adapun standar Controlled Wood FSC sesuai FSC-STD-30-010-(V-2) EN tahun 2006 adalah bahwa Perum Perhutani tidak diperkenankan untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.   Pemanenan kayu secara illegal, sehingga :
1.1. Pemanenan harus dilakukan sesuai dengan semua peraturan yang berlaku untuk melakukan pemanenan dalam wilayah hukumnya.
1.2. Semua spesies, kualitas dan kuantitas harus diklasifikasikan dan didata sesuai dengan standar aturan yang sudah ditentukan atau yang dapat diterima.
2.   Pemanenan kayu dengan melanggar hak-hak tradisional dan sipil, sehingga :
2.1.  Ada bukti bahwa tidak ada pelanggaran Hak-hak ditempat kerja dan prinsip dasar Konvensi ILO di KPH/Unit Kerja lainnya
2.2. Tidak ada konflik yang berkaitan dengan penguasaan lahan baik hak guna atau lahan dari kelompok masyarakat tradisional atau adat yang ada di KPH/Unit Kerja lainnya di bawah kontrol perusahaan pengelola hutan yang proses penyelesaiannya belum disepakati oleh para pihak utama yang bersengketa
2.3. Terdapat bukti tidak ada pelanggaran Konvensi ILO 169 tentang Masyarakat Hukum Adat yang terjadi di KPH-KPH/Unit Kerja lainnya di bawah kontrol perusahaan pengelola hutan
2.4. Perusahaan Pengelola Hutan harus melaksanakan proses konsultasi untuk mengidentifikasi potensi konflik yang  berkaitan dengan lahan hak guna penguasaan atau lahan dari kelompok masyarakat tradisional atau adat di daerah yang terpengaruh oleh kegiatan perusahaan
2.5. Dalam kasus dimana terdapat proses resolusi konflik, perusahaan pengelola hutan harus menyediakan bukti proses dimana sengketa sedang diselesaikan, yang menunjukkan terdapat dukungan yang luas dari para pihak yang bersengketa, dan terdapat proses sementara yang disepakati untuk menangani sengketa dan untuk pengelolaan kawasan hutan yang bersangkutan.

3.   Pemanenan kayu dimana aktivitasnya mengancam hutan dengan nilai-nilai konservasi tinggi (HCV), sehingga :
3.1.  Aktivitas pengelolaan hutan di KPH tidak mengancam areal dengan nilai konservasi tinggi.
3.2.  Pengelola hutan harus menyimpan catatan bukti yang menunjukkan pemenuhan bagian 3.1. diatas. Bukti harus meliputi tetapi tidak terbatas hanya pada :
a.   Catatan-catatan penilaian HCV (misal penilaian ekologi, penilaian dampak lingkungan atau sensus satwa liar, penilaian sosial) sesuai lingkup KPH/Unit Kerja lainnya dan intensitas pengelolaan untuk mengidentifikasi keberadaan nilai  konservasi tinggi
b.   Bukti konsultasi dengan para pemangku kepentingan dalam kaitannya dengan tindakan pencegahan, termasuk LSM dan para pihak yang terlibat atau memiliki kepentingan di kawasan hutan sehubungan dengan aspek sosial atau lingkungan. Jika relevan, penilaian harus mencakup konsultasi dengan wakil dan anggota masyarakat dan masyarakat adat yang tinggal di/atau berdekatan dengan KPH/Unit Kerja lainnya
c.    Daftar nilai-nilai konservasi tinggi (HCV) yang sudah diidentifikasi di KPH/Unit Kerja lainnya, beserta bukti yang menunjukkan bahwa nilai-nilai tersebut tidak terancam di KPH/Unit Kerja lainnya.


4.   Pemanenan kayu berasal dari areal yang dikonversi dari hutan dan dari ekosistem berhutan lainnya untuk dijadikan hutan tanaman atau penggunaan non-kehutanan, sehingga :
4.1. Tidak terdapat konversi hutan alam dan hutan alam sekunder dan ekosistem berhutan lainnya seperti hutan dan savana menjadi hutan tanaman atau penggunaan non-kehutanan, kecuali sebagaimana yang diijinkan pada bagian 4.3. dibawah ini
4.2. Perusahaan pengelola hutan harus menyimpan catatan-catatan yang menunjukkan pemenuhan terhadap poin 4.1. diatas
4.3. Konversi hutan ke tanaman atau penggunaan non-kehutanan tidak boleh terjadi, kecuali dalam keadaan dimana konversi :
a.  Terjadi pada bagian yang sangat terbatas dari KPH/Unit Kerja lainnya
b.  Tidak terjadi di kawasan HCVF
c. Secara jelas,  penting,  memperkuat, dalam memberikan keuntungan jangka panjang terhadap lingkungan dan sosial di KPH/Unit Kerja lainnya.
5.   Pemanenan kayu berasal dari rekayasa genetik, sehingga :
5.1. Perusahaan pengelola hutan harus memastikan bahwa tidak terdapat pohon hasil rekayasa genetik yang ditanam di KPH/Unit Kerja lainnya
5.2. Perusahaan pengelola hutan harus menyimpan catatan-catatan dan menyediakan bukti yang diminta untuk menunjukkan pemenuhan terhadap poin 5.1. diatas.

Kesimpulan
Implementasi dan sertifikasi PHL/SFM adalah perwujudan dari visi dan misi Perum Perhutani dimana didalamnya terdapat perbaikan kinerja dalam mengelola sumberdaya hutan yang diamanahkan pemerintah kepada Perum Perhutani sesuai PP No. 72 tahun 2010. Diharapkan dengan tercapainya hal tersebut maka pengakuan stakeholder dan pasar akan lebih luas sehingga pemasaran produk yang dihasilkan pun dapat diterima pada semua segmen pasar dengan nilai tambah yang tinggi.
Sertifikat LK (Legalitas Kayu)
Penyerahan Sertifikat LK (Legalitas Kayu) dari PT. Equality Indonesia ke Dirut Perum Perhutani
Penyerahan Sertifikat LK (Legalitas Kayu) dari Dirut Perum Perhutani ke Unit III Jabar dan Banten

Kamis, 30 Mei 2013

KONSULTASI PUBLIK IDENTIFIKASI DAN MANAJEMEN HIGH CONCERVATION VALUE FOREST (HCVF) PERUM PERHUTANI KPH BANTEN



Perum Perhutani KPH Banten dalam memenuhi salah satu syarat dalam rangka mendapatkan “ SERTIFIKAT EKOLABEL “ dari LEMBAGA INTERNASIONAL FOREST STWEARDHSIP COUNCIL (FSC) yang termasuk dalam salah satu Prinsip yang dipersyaratkan  HCVF (High Concervation Value Forest). Maka dari itu Perum Perhutani KPH Banten pada tanggal 30 Mei 2013 telah melaksanakan Konsultasi Publik Identifikasi dan Manajemen HCVF yang bertempat diaula kantor KPH Banten.

Acara Konsultasi Publik dihadiri oleh Kasi PHL Unit III Jawa Barat & Banten, KSS Lingkungan Unit III Jawa Barat dan Banten, Wakil Kepala SPH I Bogor, KSS Wilayah SPH Bogor dan The Forest Trust (TFT) serta dinas – dinas terkait  diantaranya Dinas Lingkungan Hidup Kota dan Kabupaten Serang, Dinas Kehutanan & Perkebunanan Provinsi Banten, Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Serang, Dinas DPKPP Kota Serang, Dinas Kehutanan & Perkebunan, Dinas Lingkungan Hidup, Kabupaten Pandeglang, BLH Kota Serang, BLH Kota Cilegon dan Dinas Kehutanan & Perkebunan Kabupaten Lebak ,segenap Asper/KBKPH pada KPH Banten dan Mitra Perhutani Banten dan Steakholder terkait.

Endang Sulaeman Ketua Pokja PHL KPH Banten yang mewakili Administratur KKPH Banten yang pada kesempatan tersebut tidak dapat hadir karena harus mendampingi tamu dari Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten dalam sambutnya  menyampaikan bahwa tujuan diadakannya konsultasi publik HCVF adalah sebagai bentuk upaya Perum Perhutani dalam melestarikan keanekaragaman hayati (Flora dan Fauna) yang ada diwilayah  kawasan hutan Perum Perhutani KPH Banten. Dalam kesempatan tersebut Samsul Ulum dari The Forest Trust (TFT) sebagai salah satu perwakilan Aktivis dari LSM bidang lingkungan yang  merupakan tim Pendamping Perum Perhutani dalam proses Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) yang sedang dilakukan oleh KPH Banten, Menjelaskan bahwa HCVF merupakan salah satu produk yang dikeluarkan oleh FSC (Forest Stweardhsip Council) salah satu lembaga dunia yang masuk dalam katagori prinsip 9 dari 10 prinsip yang ada tentang Pemeliharaan Hutan Dengan Nilai Konservasi Tinggi (HCVF). Awal proses HCVF di KPH Banten dilaksanakan bersama – sama antara Perum Perhutani KPH Banten dengan The Forest Trust yang dimulai pada tahun 2009 yang meliputi Survey Biodiversity, Site Concervation Planning (SCP), Studi Dampak Sosial (SDS) dan Participatory Conservation Planning (PCP). Ada 3 (tiga) aspek nilai yang terkandung didalam HCVF yaitu 1. Keanekaragaman hayati, 2. Jasa lingkungan 3. Sosial ekonomi masyarakat. 

Sementara itu Rachmat Pujo (Kasi PHL Unit III Jawa Barat dan Banten) dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada KPH Banten atas terlaksananya identifikasi HCVF sampai dengan acara konsultasi publik. Secara umum dari tingkat Perum Perhutani unit III dan kantor pusat mendorong implementasi kegiatan Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) untuk dilaksanakan diseluruh KPH dalam menuju mendapatkan sertifikasi ekolabel. Semoga dengan telah dilaksanakannya konsultasi publik di KPH Banten dapat segera terwujud dalam mendapatkan SERTIFIKAT EKOLABEL dari pihak FSC. Sehingga hutan yang ada di wilayah Perum Perhutani KPH Banten dapat dikelola secara hutan lestari. 

Sementara itu Sukron Wartawan dari Media cetak Kompas Indonesia  setalah mengikuti pertemuan tersebut merasa bangga dan salut terhadap Perum Perhutani KPH Banten dalam menggelola kawasan hutan yang ada di Provinsi Banten karena selama ini sangat Peduli dengan Lingkungan, Keaneka ragaman hayati yang ada di kawasan hutan dan yang tidak kalah pentingnya bahwa Perum Perhutani KPH sangat Peduli dengan Sosial dan Peningkat pendapatan masyarakat dari kawasan hutan padahal Perum Perhutani sendiri dituntut pendapatan untuk meningkatkan Penghasilan Perusahaan dan harapan saya kedepannya agar kawasan hutan yang ada diprovinsi Banten dapat lebih meningkatkan lagi dan terus menjaga keutuhan hutan seperti sekarang, sehingga hutan dapat lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Sementera Administratur Perum Perhutani KKPH Banten Ir Purwanto mengatakan dengan diadakannya Pertemuan konsultasi Publik dalam rangka mendapatkan setifikat ekolabel TFT adalah sebagai salah satu bukti bahwa KPH Banten sangat peduli dan serius dalam mendapatkan sertifikasi ekolabel tersebut, sehingga beliau dalam rapat Coffe Morning yang dilaksanakan setiap hari Senin selalu memerintahkan kepada seluruh PIC untuk melaksanakan kegiatan-berkaitan PHL harus selalu dikerjakan dengan pekerjaan-pekerjaan rutin karena satu sama lain sangat berhubungan sehingga dengan demikian akan lebih cepat tercapai sertifikasi ekolabel tersebut.
 (Humas Btn / Pepi.H & Yaya.K)

Minggu, 21 April 2013

PELATIHAN OPERATOR CHAINSAW DALAM RANGKA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) KERJASAMA ANTARA PERUM PERHUTANI KPH BANTEN DENGAN FAHUTAN IPB BOGOR

PELATIHAN OPERATOR CHAINSAW
DALAM RANGKA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL)
KERJASAMA ANTARA
 PERUM PERHUTANI KPH BANTEN DENGAN FAHUTAN IPB BOGOR
TANGGAL 18 - 19 APRIL 2012



Dalam rangka proses menuju sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) KPH Banten serta dalam  memberikan  jaminan kepada konsumen  tentang produk - produk kayu yang dibeli dari Perum Perhutani KPH Banten adalah produk yang bahan dasarnya berasal dari hutan yang dikelola dengan baik sesuai dengan system / standard Pengelolaan manajemen hutan lestari yang diakui secara luas oleh pihak internasional.

Maka untuk menciptakan operator chainsaw  yang berkualitas dalam menunjang pencapaian sertifikasi tersebut perlu diadakannya pelatihan Operator Chainsaw. Oleh karena itu KPH Banten bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (Fahutan IPB) mengadakan acara pelatihan operator chainsaw yang di selenggarakan pada tanggal 18 - 19 April 2012 yang bertempat di  lokasi Pesanggrahan Taman Wisata Alam Carita RPH Carita BKPH Pandeglang yang di hadiri oleh 8 Asper 24 Mandor Tebang dan 50 Orang operator Chaincaw yang berada di  KPH Banten. Acara tersebut dipandu langsung  oleh instruktur dari IPB yaitu  Dr.Ir. Juang R Matangaran, MS dan Samsudin dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Pada acara tersebut Adm KKPH Banten dalam sambutannya yang di wakili oleh Sukidi S.Hut Wakil Adm KSKPH Banten Barat yang sekaligus membuka acara pelatihan Operator Chainsaw,berharap dengan adanya pelatihan tersebut besar harapan KPH Banten pada operator chainsaw untuk mengikuti arahan dan petunjuk teknis yang diberikan oleh instruktur dan agar dapat menerapkannya dilapangan.

Disamping itu dalam sambutannya Ir. Dede Mulyana (Kasi Produksi Unit III Jawa Barat dan Banten) berharap agar  Pelatihan Operator chainsaw yang dilaksanakan di KPH Banten ini dapat diikuti secara keseluruhan demi keselamatan dan keamanan operator chainsaw.

Beberapa hal penting yang disampaikan oleh instruktur pelatihan operator chainsaw diantaranya sebagai berikut :

  1. Standar keselamatan dan teknik pengoperasian chainsaw
    • Dalam hal ini dijelaskan secara detil fitur (alat) yang ada dalam chainsaw serta teknik pengoperasiannya mulai dari star awal mesin s/d penggunaan chainsaw. Disamping itu juga dijelaskan jenis – jenis Alat Pelindung Diri (APD) apa saja yang harus dipersiapakan selama pengoperasian chainsaw dilapangan yang diantarnya adalah Helm,Kacamata, Penutup Telinga, Sepatu boots dan Sarung tangan.
  2. Teknik Penajaman Rantai Chainsaw
    • Dalam hal ini intruktur menjelaskan cara – cara penajaman rantai chainsaw yang benar dan aman serta menjelaskan alat – alat yang harus dimiliki oleh semua operator diantarannya (Kikir bulat, kikir datar, kunci busi kombinasi dan obeng) 3. Teknik pemeliharaan chainsaw
    • Dalam teknik pemeliharaan chainsaw dijelaskan bahwa metode rutinitas pemeliharaan chainsaw ada dilakukan setiap hari, minggu dan bulanan.
  3. Praktek Kerja Pengoperasian & Penajaman Chainsaw
    • Dalam praktek instruktur menjelaskan cara pemasangan rantai dan bilah serta teknik penajaman rantai yang aman. Instruktur juga menjelaskan cara mengisi bahan bakar chainsaw yang aman.
  4. Sandar Keselamatan Kerja Pemanenan Hutan dan teknik menebang pohon.
    • Dalam teknik pemanenan hutan instruktur menjelaskan teknik Melaksanakan penebangan pohon dengan cara kerja yang paling aman (safest),pertimbangan dalam menebang pohon, penentuan arah rebah pohon dan takik rebah serta takik balas. Instruktur juga menjelaskan bahwa disetiap lokasi pemanenan diharuskan tersedia kotak P3K dan APD yang safety.

Selain pemberian materi dan praktek lapangan, diberikan juga SERTIFIKAT kepada mandor tebang sebanyak 24 orang dan operator chainsaw sebanyak 50 orang yang telah mengikuti acara pelatihan.

Senin, 15 April 2013

KUNJUNGAN KERJA KEPALA PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN DI RPH CILEGON BKPH SERANG KPH BANTEN



Disela-sela mengahadiri acara kunjungan anggota Komisi IVDPR RI di Pendopo Gubernur Provinsi Banten, Ir. Dadang Hendaris  Kepala Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten, Ir. Agus  Dwi Nurjanto MM Kepala Biro Seknit & Kepatuhan Unit III Jawa Barat & Banten didampingi  Ir Purwanto Administratur Perhutani KKPH Banten melanjutkan kunjungan kerja ke Lokasi Wisata Gunung Pinang yang berada RPH Cilegon BKPH Serang hadir pada kesempatan tersebut Wakil/KSKPH Banten Barat & Wakil Adm/KSKPH  Banten Timur, Kasi PSDH, KTU, Kaur Hugra dan Danru Polhutan beserta jajarannya. Dalam kesempatan tersebut Bapak Kepala Unit Perum Perhutani Unit III  melakukan  Peletakan Batu pertama dalam rangka Pembangunan Mushola yang berada di area wisata Gunung Pinang yang berukuran 3 x 4 M dan pembangunan sarana MCK yang bertujuan untuk kelengkapan sarana wisata agar pengunjung wisata dapat melakukan ibadah tanpa harus keluar lokasi karena selama ini kawasan wisata hutan gunung pinang belum memiliki vasilitas MCK maupun Sarana Ibadah.

Pada sambutannya Ir Dadang Hendaris Kepala Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten menyambut positip dengan adanya pembangunan sarana ibadah dan MCK. Dengan demikian pihak Perhutani khususnya Perum Perhutani KPH Banten telah berupaya untuk melengkapi sarana yang diperlukan diarea wisata sebagai paktor pendukung dalam daya tarik untuk wisatawan. Mudah-mudahan dengan telah dibangunnya sarana mushola dan toilet di area wisata Gunung Pinang jumlah pengunjung / wisatawan baik lokal ataupun wisatawan luar lebih banyak, sehinga omset / pendapatan dari segi wisata dapat meningkat.

Sementara Ir. Purwanto Adm KKPH Banten menyampaikan bahwa pembuatan saran MCK maupun Sarana Ibadah adalah salah satu upaya KPH Banten untuk dapat meningkat pendapatannya dari Wisata khusunya Wisata Gunung Pinang yang selama ini penghasilnya kurang mengembirakan namun setelah dibangun sarana ini KPH Banten akan melakukan Promosi tentang keberadaan Wisata Hutan Gunung Pinang dan sekarang ini menurut Ir Purwanto hasil Promosi KPH Banten telah melakukan kerjasama dengan Club Ikatan Sepeda Banten untuk  melakukan Even Lomba Sepeda Dounhil Tingkat Nasional  yang direncanakan pada bulan April ini sehingga dengan telah dikenalnya oleh halayak ramai Obyek Wisata Hutan Gunung Pinang maka kedepannya akan lebih banyak lagi pengunjungnya maka dengan penunjung banyak maka penghasilanpun akan lebih meningkat (Humas/ Pepi.H/Yaya.K)

Rabu, 02 Januari 2013

Kontak Kami


ALAMAT PERUM PERHUTANI
KPH BANTEN

Sejarah Perum Perhutani


Sejarah pengelolaan hutan di Jawa dan Madura, secara modern-institusional dimulai pada tahun 1897 dengan dikeluarkannya “Reglement voor het beheer der bosschen van den Lande op Java en Madoera”, Staatsblad 1897 nomor 61 (disingkat “Bosreglement”) selain itu terbit pula “Reglement voor den dienst van het Boschwezen op Java en Madoera” (disingkat “Dienst Reglement”) yang menetapkan aturan tentang organisasi Jawatan Kehutanan, dimana dibentuk Jawatan Kehutanan dengan Gouvernement Besluit (Keputusan Pemerintah) tanggal 9 Februari 1897 nomor 21, termuat dalam Bijblad 5164. Hutan-hutan Jati di Jawa mulai diurus dengan baik, dengan dimulainya afbakening (pemancangan), pengukuran, pemetaan dan tata hutan.

Pada tahun 1913 ditetapkan reglement baru yaitu “Reglement voor het beheer der bosschen van den Lande op Java en Madoera”, Staatsblad 1913 nomor 495, yang didalamnya mengatur tentang “eksploitasi sendiri (eigen beheer) atau penebangan borong (door particuliere aannemer)”.

Pada tahun 1927 diterbitkan Bosch_Ordonnantie, termuat dalam Staatsblad Tahun 1927 no. 221, dan peraturan pelaksanaannya berupa Bosch_Verordening 1932, nama lengkap: “Bepalingen met Betrekking Tot’s Lands Boschbeheer op Java en Madoera” yang menjadi dasar pengurusan dan pengelolaan hutan di Jawa dan Madura oleh Jawatan Kehutanan (den dienst van het Boschwezen).

Pada tahun 1930, pengelolaan hutan Jati diserahkan kepada badan “Djatibedrijf” atau perusahaan hutan Jati dari Pemerintah (Jawatan Kehutanan). Perusahaan hutan Jati tersebut tidak berdiri lama, pada tahun 1938 oleh Directeur van Financien (Direktur Keuangan Pemerintahan Hindia Belanda) bahwa perusahaan yang bertujuan komersiil sebulat-bulatnya harus dihentikan, karena alasan-alasan berikut:
  1. Pemerintah, yang diwakili oleh Jawatan Kehutanan, tidak hanya berkewajiban memprodusir dan menjadikan uang dari hasil kayu Jati saja, tetapi Jawatan Kehutanan bertugas pula memelihara hutan-hutan yang tidak langsung memberi keuntungan kepada Pemerintah. Yang dimaksud dengan hutan-hutan di atas, ialah hutan-hutan lindung, yang memakan amat banyak biaya sedang hasil langsung tidak ada atau sangat sedikit;
  2. Perusahaan hutan Jati sebagai badan swasta atau perusahaan kayu perseorangan, menganggap hutan Jati kepunyaan Pemerintah sebagai modal yang tidak dinilai atau tidak diberi harga (sukar untuk menetapkan harga tanah dan kayu dari hutan Jati seluas 770.000 hektar), akan tetapi menggunakan hutan Jati itu sebagai obyek eksploitasi saja dan tidak mempengaruhi atau mengakibatkan kerugian suatu apapun kepada tanah dan hutan Jati milik Pemerintah yang diwakili oleh Jawatan Kehutanan, dipandang dari sudut hukum perusahaan, tindakan seperti di atas tidaklah benar.
Pada tahun 1940 pengurusan hutan Jati dari “Djatibedrijf” dikembalikan lagi ke Jawatan Kehutanan. Pada tanggal 8 Maret 1942 Hindia Belanda jatuh ke tangan Jepang (Dai Nippon), dan Jawatan Kehutanannya (i.c. Boschwezen) diberi nama Ringyo Tyuoo Zimusyo (RTZ), dan berturut-turut organisasi tersebut dimasukkan kedalam Departemen Sangyobu (urusan ekonomi, Juni 1942 – Oktober 1943), kemudian kedalam Departemen Zoosenkyoku (perkapalan, November 1943 s. d. pertengahan 1945) dan setelah itu di bawah Departemen Gunzyuseizanbu atau Departemen Produksi Kebutuhan Perang, sampai dengan tanggal 15 Agustus 1945.

Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 dan berdirinya Negara Indonesia tanggal 18 Agustus 1945, hak, kewajiban, tanggung-jawab dan kewenangan pengelolaan hutan di Jawa dan Madura oleh Jawatan Kehutanan Hindia Belanda q.q. den Dienst van het Boschwezen, dilimpahkan secara peralihan kelembagaan kepada Jawatan Kehutanan Republik Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang berbunyi: “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini.”

Dengan disahkannya Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960, seperti tersebut dalam Lampiran Buku I, Jilid III, Paragraf 493 dan paragraf 595, industri kehutanan ditetapkan menjadi Proyek B. Proyek B ini merupakan sumber penghasilan untuk membiayai proyek-proyek A (Tambahan Lembaran Negara R.I. No. 2551).Pada waktu itu direncanakan untuk mengubah status Jawatan Kehutanan menjadi Perusahaan Negara yang bersifat komersial.Tujuannya, agar kehutanan dapat menghasilkan keuntungan bagi kas Negara.Kemudian diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara.

Untuk mewujudkan perubahan status Jawatan Kehutanan menjadi Perusahaan Negara, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 sampai dengan Nomor 30, tahun 1961, tentang ”Pembentukan Perusahaan-Perusahaan Kehutanan Negara (PERHUTANI)”.Pada tahun 1961 tersebut, atas dasar Undang-Undang Nomor 19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, maka masing-masing dengan :
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1961; yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 29 Maret 1961, dan berlaku surut sejak tanggal 1 Januari 1961; didirikan Badan Pimpinan Umum (BPU) Perusahaan Kehutanan Negara, disingkat ”BPU Perhutani”, termuat dalam Lembaran Negara tahun 1961 nomor 38, penjelasannya termuat dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2172.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1961; yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 29 Maret 1961, dan berlaku surut sejak tanggal 1 Januari 1961; didirikan Perusahaan Kehutanan Negara Djawa Timur disingkat PN Perhutani Djawa Timur, termuat dalam Lembaran Negara tahun 1961 nomor 39, penjelasannya termuat dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2173.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1961; yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 29 Maret 1961, dan berlaku surut sejak tanggal 1 Januari 1961 didirikan Perusahaan Kehutanan Negara Djawa Tengah disingkat PN Perhutani Djawa Tengah, termuat dalam Lembaran Negara tahun 1961 nomor 40, penjelasannya termuat dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2174.
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 1963 tentang Penyerahan Pengusahaan Hutan-hutan Tertentu kepada Perusahaan-perusahaan Kehutanan Negara.diserahkan pengusahaan hutan-hutan tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian dan Agraria kepada Perusahaan-perusahaan Kehutanan Negara, selanjutnya disingkat ”Perhutani”.
Presiden Direktur BPU Perhutani, Anda Ganda Hidajat, pada forum Konperensi Dinas Instansi-instansi Kehutanan tanggal 4 s. d. 9 November 1963 di Bogor, dalam prasarannya berjudul: “Realisasi Perhutani”, pada halaman 2 menulis bahwa:
“Dalam pelaksanaan UU No. 19 Tahun 1960 tentang Pendirian Perusahaan-perusahaan Negara didirikanlah BPU Perhutani di Jakarta berdasarkan PP No.17 tahun 1961, sedangkan pengangkatan Direksinya yang pertama dilakukan pada tanggal 19 Mei 1961 dengan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 210/1961.”
Adapun PERHUTANI-PERHUTANI Daerah yang telah direalisir berdirinya hingga sekarang barulah :
  • Perhutani Djawa Timur pada tanggal 1 Oktober 1961;
  • Perhutani Djawa Tengah pada tanggal 1 Nopember 1961;
  • Perhutani Kalimantan Timur pada tanggal 1 Djanuari 1962;
  • Perhutani Kalimantan Selatan pada tanggal 1 Djanuari 1962;
  • Perhutani Kalimantan Tengah pada tanggal 1 April 1963”.
Pada tahun 1972, dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1972, ditetapkan tanggal 29 Maret 1972, Pemerintah Indonesia mendirikan Perusahaan Umum Kehutanan Negara atau disingkat Perum Perhutani. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1972 ini, PN Perhutani Djawa Timur yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1961, dan PN Perhutani Djawa Tengah yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1961, dilebur kedalam dan dijadikan unit produksi dari Perum Perhutani (vide : Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1972). Pada tahun 1978, dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1978 Pemerintah menambah unit produksi Perum Perhutani dengan wilayah kerja yang meliputi seluruh areal hutan di Daerah Tingkat I Jawa Barat dan disebut Unit III Perum Perhutani.

Dasar Hukum Perum Perhutani sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1972 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1978, kemudian disempurnakan/diganti berturut-turut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1986, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2001, dan terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003. Saat ini pengelolaan perusahaan Perum Perhutani dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010.

Visi, Misi dan Budaya Perusahaan

Visi Misi & Budaya Perusahaan

VISI

Menjadi pengelola hutan lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

MISI

  1. Mengelola sumberdaya hutan dengan prinsip pengelolaan lestari berdasarkan karakteristik wilayah dan daya dukung Daerah Aliran Sungai, meningkatkan manfaat hasil hutan kayu dan bukan kayu, ekowisata, jasa lingkungan, agroforestry serta potensi usaha berbasis kehutanan lainnya guna menghasilkan keuntungan untuk menjamin pertumbuhan perusahaan berkelanjutan.
  2. Membangun dan mengembangkan perusahaan, organisasi serta sumberdaya manusia perusahaan yang modern, profesional dan handal, memberdayakan masyarakat desa hutan melalui pengembangan lembaga perekonomian koperasi masyarakat desa hutan atau koperasi petani hutan.
  3. Mendukung dan turut berperan serta dalam pembangunan wilayah secara regional, serta memberikan kontribusi secara aktif dalam penyelesaian masalah lingkungan regional, nasional dan internasional.

BUDAYA PERUSAHAAN

Budaya perusahaan merupakan nilai dan falsafah yang telah disepakati dan diyakini oleh seluruh insan Perhutani sebagai landasan dan acuan bagi Perhutani untuk mencapai tujuan. Perhutani mendefinisikan budaya perusahaan dalam 8 nilai yang disingkat BERMAKNA yang dijabarkan dalam perilaku utama perusahaan yaitu:

Berkelanjutan

Selalu melakukan pengembangan dan penyempurnaan terus menerus, dan belajar hal-hal yang baru untuk memperbaruhi keadaan serta berorientasi jangka panjang.

Ekselen

Selalu memperlihatkan gairah keunggulan dan berusaha keras untuk hasil yang terbaik, sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan sehingga tercapai kepuasan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders).

Responsibilitas

Selalu menggunakan penalaran (logika berpikir) dalam mempertimbangkan untung dan rugi, memiliki kesadaran diri yang utuh dalam bertindak, mengembangkan imajinasi untuk antisipasi dan selalu mendengarkan suara hati dalam mengambil setiap keputusan yang dilambil.

Matang

Selalu bersikap dewasa dan memiliki keberanian untuk menyampaikan pendapat ataupun keyakinannya dengan mempertimbangkan pendapat/perasaan orang lain, serta dapat menanggapi maupun memecahkan permasalahan secara bijaksana.

Akuntabilitas

Selalu mengutamakan data dan fakta dalam melaksanakan setiap pekerjaan.

Kerja sama tim

Selalu mengutamakan kerja sama tim, agar mampu menghasilkan sinergi optimal bagi perusahaan.

Nilai Tambah

Selalu menghargai kreativitas dan melakukan inovasi, senantiasa belajar untuk mendapatkan cara baru dan hasil yang lebih baik.

Agilitas

Selalu tanggap dan beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi perubahan serta melihat perubahan sebagai peluang untuk mencapai sukses di arena persaingan pasar global.