Selasa, 03 September 2013

EKSEKUTIF SUMMARY HCVF KPH BANTEN

Penilaian keberadaan KBKT di wilayah KPH Banten merupakan proses lanjutan dari kajian-kajian yang lainnya, di antaranya adalah kajian lingkungan (UKL dan UPL), sosial, keamanan, kelestarian hasil dan finansial, serta aspek lain-lainnya.

Penilaian keberadaan KBKT di sini ditujukan untuk memenuhi standard FSC prinsip 9 kriteria 9.1, 9.2, 9.3, dan 9.4. Proses konsultasi dengan masyarakat terkait dengan identifikasi aspek sosial NKT4, NKT5, dan NKT6 disajikan dalam lampiran laporan ini sebagai hasil kegiatan PCP (Participatory Conservation Planning). Sedangkan konsultasi aspek ekologi kepada TFT (The Forest Trust) dilakukan untuk identifikasi NKT1, NKT2, NKT3 dan NKT4.

Penilaian keberadaan KBKT di KPH Banten dilakukan oleh Perum Perhutani, TFT dan Masyarakat Desa Hutan (MDH). Metoda yang digunakan adalah Proforest Toolkit; Konsultasi dengan Masyarakat Desa Hutan menggunakan PCP (Participatory Conservation Planning); konsultasi bidang ekologi dilakukan melalui overview lapangan bekerja sama dengan TFT untuk menyusun strategi pengelolaan KBKT.

Berdasarkan hasil evaluasi keberadaan KBKT di wilayah hutan KPH Banten ditemukan hutan dengan nilai-nilai konservasi tinggi NKT1, NKT 2, NKT3, NKT4, NKT5 dan NKT6. Nilai-nilai konservasi tinggi yang ditemukan di wilayah KPH Banten tersebut adalah :

NKT 1

SK Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 telah menetapkan kawasan hutan menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak seluas 113.357,00 ha yang mengakibatkan adanya sebagian kawasan hutan Perhutani KPH Banten yang diserahkan. Kawasan Hutan Alam yang dikelola Perum Perhutani yang berbatasan langsung dengan kawasan TNGHS merupakan kawasan yang menjadi Buffer Zone untuk TN Gn Halimun Salak. Menurut Atribut NKT, kawasan yang menjadi kawasan Buffer Zone kawasan lindung yang ditetapkan oleh pemerintah merupakan kawasan yang memiliki nilai sebagai Nilai Konservasi Tinggi (NKT) 1.1.

Selain fungsi diatas, TN Gunung Halimun Salak merupakan kawasan yang di tetapkan oleh Bridlife Indonesia sebagai kawasan IBA dan EBA, sehingga kawasan Buffer zone TNGHS di Wilayang Perum Perhutani menurut Atribut NKT kawasan tersebut merupakan kawasan yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi 1.4.

Cagar alam Rawa Danau merupakan salah satu kawasan lindung yang telah ditetapkan berdasarkan Government Besluit (GB) no.60 stnl 683 tanggal 16 November 1921. Secara administratif wilayahnya berada di tiga kecamatan yaitu kecamatan Padarincang, Pabuaran dan Mancak Kabupaten Serang seluas 2.500 ha. Adapun pengelolaanya dilakukan oleh BKSDA Banten.

Buffer zone Cagar alam Rawa Danau termasuk kelompok hutan Gn Tukung Gede yang pengelolaan hutannya dilakukan oleh Perum Perhutani KPH Banten BKPH Serang RPH Anyer seluas 1.215, 92 ha. Sedangkan kawasan hutan yang menjadi buffer zone kawasan Cagar Alam Rawa Danau seluas 699,26 ha yang umumnya berupa kelas hutan Hutan Alam Sekunder dengan vegetasi yang cukup berugam berupa jenis-jenis rimba campur. Menurut Atribut NKT, kawasan yang menjadi kawasan Buffer Zone kawasan lindung yang ditetapkan oleh pemerintah merupakan kawasan yang memiliki nilai sebagai Nilai Konservasi Tinggi (NKT)1.1.

Selain fungsi diatas, Cagar Alam Rawa Danau merupakan kawasan yang di tetapkan oleh Bridlife Indonesia sebagai kawasan IBA dan EBA, sehingga kawasan Buffer zone CA Rawa Danau di Wilayang Perum Perhutani menurut Atribut NKT kawasan tersebut merupakan kawasan yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi 1.4.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No : 419/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Jawa Barat serta SK Penunjukan Parsial diketahui bahwa Luas kawasan Hutan Lindung (HL) KPH Banten 8.425,58 ha yang tesebar di beberapa wilayah KPH dengan vegetasi yang beragam. Kawasan Hutan Lindung di KPH Banten di bagi ke dalam HL jati, HL Mahoni, HL Accacia mangium, dan HL Damar yang berdasarkan atribut NKT, kawasan lindung yang ditetapkan oleh Pemerintah merupakan kawasan yang memiliki nilai NKT 1.1.

Menurut Birdlife Internasional, kawasan Gunung Aseupan dengan luas 3.781,88 ha (0 – 1221 mdpl) merupakan kawasan Important Bird Area (IBA) dengan kode ID 163 dengan kriterian IBA AI dan Endemic Bird Area (EBA). Jenis burung yang menjadi kuncinya adalah Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) Kawasan hutan Gunung Aseupan, Menurut atribut NKT, kawasan yang menjadi kawasan yang ditetapkan oleh oleh Birdlife Indonesia menjadi kawasan IBA dan EBA merupakan kawasan yang memiliki nilai sebagai Nilai Konservasi Tinggi (NKT) 1.4.

Menurut Birdlife Internasional, kawasan Gunung Karang dengan luas 3.020 ha (500 – 1778 mdpl) merupakan kawasan Important Bird Area (IBA) dengan kode ID 066 dan Endemic Bird Area (EBA). Jenis burung yang menjadi kuncinya adalah Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) .Kawasan hutan Gunung Karang, Menurut atribut NKT, kawasan yang menjadi kawasan yang ditetapkan oleh oleh Birdlife Indonesia menjadi kawasan IBA dan EBA merupakan kawasan yang memiliki nilai sebagai Nilai Konservasi Tinggi (NKT) 1.4.

Macan Tutul (Panthera pardus) adalah salah satu dari empat kucing besar. Hewan ini dikenal juga dengan sebutan harimau dahan karena kemampuannya memanjat. Pada mulanya, orang berpikiran bahwa macan tutul adalah hibrida dari singa dan harimau, sehingga muncul nama "leopard" di kalangan peneliti Eropa awal. Macan tutul jawa (P. p. melas) adalah fauna identitas Jawa Barat dan termasuk hewan yang terancam punah di Indonesia. Termasuk dalam kategori Critically Endangered dalam daftar Red Book IUCN, CITES masuk kategori Appendiks I dan Dilindungi menurut PPRI no.7 tahun 1999. Menurut atribut NKT kawasan yang terdapat satwa Endemik, masuk dalam daftar Red Book IUCN, CITES dan PPRI no.7 tahun 1999 tergolong RTE memiliki nilai NKT 1.2.

Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) merupakan satwa endemik Pulau Jawa, termasuk dalam kategori Endangered dalam daftar Red Book IUCN, CITES masuk kategori Appendiks II dan Dilindungi menurut PPRI no.7 tahun 1999. Menurut atribut NKT kawasan yang terdapat satwa Endemik, masuk dalam daftar Red Book IUCN, CITES dan PPRI no.7 tahun 1999 tergolong RTE memiliki nilai NKT 1.3.

Kucing hutan (Prionailurus bengalensis) merupakan satwa yang termasuk dalam kategori Appendiks I CITES. Menurut atribut NKT kawasan yang terdapat satwa Endemik, RTE dan masuk Appendiks I memiliki nilai NKT 1.3.

Surili (Presbytis comata)merupakan satwa endemik Jawa Barat. Selain itu berdasarkan PPRI No 7 tahun 1999 dilindungi dan menurut Red Book IUCN masuk kategori Endangered. Menurut atribut NKT kawasan yang terdapat satwa Endemik adalah memiliki nilai NKT 1.3.

Lutung termasuk satwa CITES : Appendix II, dan IUCN EN. Mengacu pada atribut-atribut KBKT maka lutung termasuk kedalam NKT 1.3

Kawasan Goa di sekitar kompleks pergoaan KPH Banten yang berjulah 6 buah goa dengan luas total 59,45 ha, merupakan daerah migrasi dan tempat berlindung Kelelawar dan beberapa jenis satwa lainnya. Menurut atribut NKT kawasan yang merupakan tempat migrasi dan berlindung satwa merupakan kawasan yang memiliki nilai sebagai NKT 1.4.

NKT 2

Kawasan Gunung Karang yang mempunyai ketinggian 1000 s.d.1550 mdpl seluas 459,86 ha, sehingga kawasan hutan alam di kawasan Gunung Karang termasuk formasi hutan hujan tropis pegunungan/montane forest (>ketinggian 1.000 mdpl ). Kawasan yang dikelola Perhutani berada dibawahnya dan menyambung menjadi satu hamparan dengan kawasan Cagar Alam Rawa Danau Formasi hutannya termasuk formasi hutan hujan tropis pegunungan bawah/submontana (ketinggian 1.000-2.000 mdpl). Kawasan ecotone yang menjadi daerah peralihan antara tipe ecosistem hutan dataran rendah dengan hutan pegunungan bawah di KPH Banten memiliki luas 369,99 ha. Kawasan tersebut memiliki tipe ekosistem yang khas, sehingga penting untuk dilindungi. Dengan pertimbangan terdapatnya formasi ekosistem hutan pegunungan (montana) dan formasi ekosistem hutan pegunungan bawah (submontana) yang menjadi satu kesatuan yang tidak terputus, menurut atribut NKT kawasan ini memiliki NKT 2.2.

Kawasan hutan KPH Banten terdapat species interes berupa Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Kucing hutan (Prionailurus bengalensis), Surili (Presbytis comata), Gelatik Jawa (Padda oryzifora), Ular sanca (Phyton raticulatus).

Kawasan hutan KPH Banten yang disediakan sebagai habitat satwa tersebut seluas 11.706,95 ha. Dengan menetapkan species interes di mana jenisnya merupakan top predator dan indikator species maka jenis-jenis yang lain dapat terlindungi keberadaannya, sehingga mengandung NKT 2.3.

NKT 3

Kawasan hutan alam yang tersebar di seluruh kawasan hutan KPH Banten merupakan kawasan hutan dengan nilai konservasi tinggi (NKT3) karena memiliki ekosistem yang langka, terancam, dan hampir punah serta keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan hutan alam yang masuk dalam NKT3 seluas 10.168,50 ha. Ekosistem hutan dataran rendah seluas 7.794,10 ha, ekosistem karst seluas 368,19 ha dan ekosistem hutan pantai seluas 1.622,77 ha.

NKT 4

Mata air sebanyak 35 tempat pemasok utama kebutuhan air minum dan MCK bagi masyarakat, di mana bila mata air ini rusak masyarakat tidak lagi memiliki sumber alternatif pasokan air lainnya. Kawasan Matair berserta sempadannya di KPH Banten memiliki luas totalnya adalah 301,59 ha. Kawasan hutan terutama di Kelompok Hutan Gunung Pulosari 1.746,95 ha dan Gn Aseupan seluas 7.777,37 ha merupakan penyedia pasokan utama air, termasuk NKT 4.1. Selain itu KPH Banten juga telah menetapkan kawasan Sempadan Sungai yang berfungsi sebagai kawasan pengengendali banjrr untuk daerah hulunya. Keluasan sempadan sungai di KPH Banten memiliki luas total 5.194,37 ha, kawasan sempadan sungai tersebut merupakan kawasan yang termasuk dalam NKT 4.1.

Dari data evaluasi potensi KPH Banten Periode Tahun 2010 dan analisis citra satelit diketahui bahwa wilayah KPH Banten memiliki areal dengan kelerengan > 45 % seluas 3.230,87 Ha atau setara dengan 4,19 % dari luasan total KPH Banten. Kawasan Kelerengan curam/jurang KPH Banten memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas tanah terjal dan rawan longsor. Kawasan yang demikian menurut atribut NKT termasuk dalam kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi NKT 4.2.

NKT 5

Peranan penting sumberdaya hutan KPH Banten dalam pemenuhan kebutuhan dasar atau mata pencaharian terletak pada nilai-nilai dalam kegiatan tanaman Sistem Tumpangsari, mata air, HHBK dan pemenuhan kebutuhan hijauan makanan ternak bagi masyarakat sekitar hutan. Kegiatan yang tersebut diatas merupahkan sumber pemenuhan kehidupan dasar bagi masyarakat sekitar hutan yang menurut atribut KBKT merupakan NKT 5.

NKT 6

Suku Baduy merupakan salah satu suku terasing yang masih melestarian adat istiadat aslinya. Suku Baduy hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan KPH Banten. Suku Baduy telah memiliki hutan adat tersendiri yang telah diakui oleh pemerintah pusat. Banyak ditemukan situs ekologi, budaya dan religi di wilayah KPH Banten, yang semuanya sudah diidentifikasi, ditatabatas secara permanen, dilindungi dan dimonitor oleh Manajemen KPH Banten dalam kelola lingkungan dan sosial. Sekitar 37 situs ditemukan di dalam wilayah hutan KPH Banten dengan luas total 104,32 ha. Menurut atribut KBKT, Suku Baduy dan 37 situs yang ada di KPH Banten termasuk dalam NKT 6.

0 komentar:

Posting Komentar